Selasa, 23 Oktober 2012

Kontroversi Pada Konsep Daerah Pabean, Kawasan Pabean, Kawasan Berikat, dan Free Trade Zone


Dalam risalah pembahasan UU pabean no 10 tahun 1995 dan risalah pembahasan perubahan UU pabean no 17 tahun 2006 tidak ada pembahasan mengenai daerah pabean. Tidak juga ada perdebatan yang alot mengenai definisi daerah pabean sebagaimana layaknya perdebatan alot mengenai pemeriksaan fisik. Fraksi fraksi di DPR dan kalangan pengusaha (pada saat rapat dengar pendapat) umumnya setuju dan tidak mempermasalahkan draft yang diajukan oleh pemerintah. Ada selang waktu 11 tahun antara UU no 10 tahun 1995 dan perubahannya pada 2006 sehingga seharusnya masalah atau kerancuan pada definisi daerah pabean dapat direvisi. Namun itu belum dilakukan oleh pemerintah.

Dalam UU Pabean Pasal 1 nomor 2,  Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang ini.

Definisi ini jika dikaji lebih jauh menimbulkan kerancuan, kalau bukan kekeliruan. Pada penjelasan UU pabean pun dinyatakan bahwa pasal 1 cukup jelas. Faktanya UU pabean justru tidak berlaku di dalam daerah pabean karena barang barang di dalam daerah pabean sudah menyelesaikan formalitas pabean. Jika mengikuti definisi UU pabean maka institusi kepabeanan dapat melaksanakan wewenangnya di dalam wilayah darat, contohnya di Pasar, Mall, dll.

Dalam ilmu matematika, ada teori himpunan dan diagram  venn yang ditemukan oleh John Venn. Diagram Venn  adalah cara untuk menyatakan dan melihat hubungan antara beberapa himpunan dengan menggunakan diagram atau gambar himpunan.Teori ini berlaku untuk semua hal termasuk permasalahan definisi daerah pabean ini. Mari kita kaji satu per satu.

Menurut UU Pabean, daerah pabean meliputi tempat tempat tertentu di landas kontinen dan ZEE sehingga daerah pabean menjadi lebih luas dari wilayah kedaulatan NKRI. Kita asumsikan bahwa Wilayah NKRI adalah himpunan, demikian juga dengan daerah pabean.
Jika dimasukkan ke dalam diagram Venn, maka seharusnya wilayah NKRI adalah himpunan semesta (himpunan semesta adalah himpunan yang mencakup semua himpunan lain—himpunan lain disini termasuk daerah pabean). Daerah Pabean menjadi bagian dari daerah wilayah NKRI (Daerah Pabean adalah himpunan bagian dari himpunan semesta yaitu wilayah NKRI). Namun yang terjadi dalam UU Pabean yang berlaku sekarang justru sebaliknya. Wilayah NKRI adalah bagian dari daerah pabean. Hal ini mnimbulkan kerancuan antara wilayah kedaulatan negara dan wilayah pengenaan pungutan pajak. Dengan menganut azas domisili maka kiranya tidak mungkin wilayah pungutan pajak dalam hal ini daerah pabean menurut UU Pabean, lebih luas dibanding wilayah kedaulatan NKRI. 

Secara matematis, tidak mungkin daerah pabean lebih luas wilayahnya dibandingkan wilayah NKRI yang menjadi himpunan semesta. Menurut Venn, himpunan semesta haruslah mencakup himpunan bagian, artinya wilayah NKRI haruslah mencakup daerah Pabean. Sedangkan menurut UU pabean, wilayah NKRI lebih kecil dibandingkan daerah pabean. Artinya UU pabean gagal diterima secara nalar matematika.

Secara yuridis, UU pabean juga masih mengandung kerancuan karena wilayah kedaulatan negara berbeda dengan wilayah berlakunya pemungutan pajak. Wilayah berlakunya pungutan perpajakan mungkin sama dengan wilayah kedaulatan negara akan tetapi mungkin juga lebih kecil dari wilayah kedaulatan negara. Indonesia saat ini menggunakan asas domisili khususnya untuk pungutan Bea Masuk, Cukai, PPN, dan PPnBm. Oleh karena itu penetapan wilayah berlakunya pungutan pajak tidak mungkin lebih besar daripada wilayah kedaulatan negara.

Masalah kerancuan ini akan semakin pelik jika dikaitkan dengan free trade zone. Menurut PP no 10 tahun 2012, Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pungutan bebas dari pungutan bea masuk, PPN, PPnBM, dan Cukai. Dari definisi ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yang nantinya kita uji sebagai premis.
1.     UU Kepabeanan hanya berlaku di daerah pabean (UU Pabean)
2.     Daerah Pabean meliputi wilayah NKRI sehingga akan ada daerah pabean yang bukan wilayah kedaulatan NKRI. Contohnya tempat tempat tertentu di ZEE dan LK.
3.     Free trade zone merupakan wilayah NKRI yang bukan daerah pabean.
Jika kita mengikuti logika UU Pabean maka dapat dijadikan premis
·         wilayah NKRI È Daerah Pabean (Wilayah NKRI adalah bagian dari Daerah Pabean)
·         FTZ = Wilayah NKRI
·         FTZ ≠ Daerah Pabean

Bagaimana FTZ dapat dimasukkan diagram venn secara logika UU Pabean? Tidak bisa, karena FTZ adalah wilayah NKRI tetapi bukan daerah pabean sedangkan wilayah NKRI itu sendiri adalah bagian dari daerah pabean. Jika dibuat sebaliknya masih dapat diterima logika. FTZ adalah bagian dari daerah pabean dan juga merupakan wilayah NKRI. Artinya wilayah NKRI dibuat yang paling luas.
Sekali lagi, UU Pabean gagal diterima secara logika.

Definisi daerah pabean seharusnya direvisi menjadi wilayah NKRI dimana UU Pabean tidak berlaku atau bagian bagian Indonesia yang berdasarkan UU dipungut bea masuk dan bea keluar berdasarkan asas domisili. UU Pabean berlaku hanya di wilayah NKRI yang meliputi wilayah laut dan udara, kawasan pabean, free trade zone, dan kawasan berikat.

Jika dilakukan redefinisi maka akan dipertanyakan mengenai status ZEE & LK.  Sesuai dengan azas domisili, pengenaan pajak di ZEE dan LK masih harus dipertanyakan. Indonesia memang berdaulat secara ekonomi untuk memanfaatkan sumberdaya yang terkandung di ZEE dan LK tanpa tunduk kepada negara lain dan Bea Cukai wajib menjaga dan mengamankan wilayah tersebut dari gangguan yang dapat merusak kelestariannya sesuai dengan yang diamanatkan oleh UNCLOS. Wewenang otoritas pabean dalam hal penegakan hukum (sebagai Douane/Customs) memang ada, tetapi wewenang sebagai aparat fiskal yang memungut pajak tidaklah dapat dilakukan. Potensi pengenaan pajak ini memungkinkan kalau dalam ketentuannya ditegaskan bahwa dasar pemungutannya menggunakan asas sumber/resources.
Peta Indonesia dan Zona Ekonomi Ekslusif

Mengenai bagaimana UU pabean berlaku di wilayah laut dan udara, di kawasan pabean, di free trade zone dan kawasan berikat akan dijelaskan sebagai berikut.
1.    UU Pabean berlaku di wilayah laut dan udara
Sesuai dengan dalil dalam ilmu kepabeanan bahwa semua barang yang datang dengan jalur laut dan atau jalur udara dianggap datang dari luar negeri sampai bisa dibuktikan dengan dokumen pabean. Jika dilakukan redefenisi terhadap daerah pabean maka dalil ini menjadi berlaku. Sebagai Archipelagic State dan jalur perdagangan dunia maka ketentuan mengenai kepabeanan tentu harus jelas. Jika menggunakan ketentuan UU Pabean, bagaimana kita bisa membedakan barang yang berada diatas kapal dengan rute Batam-Tanjung Priok dengan Singapura-Tanjung Priok. Jalur laut dan jalur udara sifatnya bukanlah tempat konsumsi barang dan hampir dipastikan selalu menjadi area pergerakan barang sehingga mutlak UU Pabean diberlakukan.

2.     Kawasan Pabean
Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Disini dilakukan kegiatan membongkar, memuat, dan menimbun barang barang yang belum menyelesaikan formalitas pabean dan oleh sebab itu barang-barang yang ditimbun di kawasan pabean wajib diawasi oleh petugas pabean dan tidak boleh dilakukan perubahan apapun kecuali seizin otoritas pabean. Kawasan Pabean menjadi sangat perlu mengingat ada begitu banyak pelabuhan di Indonesia. Dengan kewajiban membongkar di kawasan pabean maka tidak akan ada barang yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa sepengetahuan otoritas pabean.

3.    Free trade zone
Untuk barang yang masuk ke free trade zone dikategorikan sebagai barang yang mendapat pembebasan bersyarat atau pembebasan relatif dengan kategori Badan Hukum. Hal ini terkait dengan tujuan mendorong kinerja ekonomi dan industri dalam kawasan tertentu dan sudah merupakan hal yang lazim di dunia internasional. Secara historis, Kepulauan Riau dulunya adalah daerah yang miskin sehingga tidak dipungut bea masuk atas barang yang masuk dari Singapura. Artinya pada saat itu Kepulauan Riau bukanlah daerah pabean sekalipun merupakan bagian dari wilayah Indonesia.
Dalam ketentuan yang mengatur tentang free trade zone tidak ada pernyataan bahwa wewenang kepabeanan tidak diberlakukan. UU yang mengatur free trade zone menyatakan bahwa proses pemasukan barang dan pengeluarannya dari free trade zone sesuai dengan tatalaksana yang berlaku dalam ketentuan kepabeanan meskipun tidak dikenakan pungutan impor. Pada saat pemasukan barang ke free trade zone tidak dikenakan pungutan bea masuk namun ketika barang yang dimasukkan ke free trade zone tersebut dikeluarkan ke dalam daerah pabean maka akan dikenakan pungutan bea masuk. Hal ini jelas bahwa free trade zone tetaplah berada di bawah pengawasan kepabeanan. Hal ini juga cukup menjadi alasan mengapa kantor kantor pabean tetap harus ada di free trade zone.

4.   Kawasan Berikat
Tempat penimbunan berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. Bahan baku dan barang lainnya yang dimasukkan ke kawasan berikat belum menyelesaikan formalitas pabean atau belum membayar bea masuk dan pajak lainnya namun diizinkan untuk memproses, memproduksi barang barang terutama untuk tujuan ekspor. Kawasan Berikat sendiri diciptakan untuk memberikan kemudahan kelembagan kepabeanan (customs institution facility yang terikat pada International Convention).

Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi daerah paeban menurut UU Pabean yang berlaku sekarang memiliki kerancuan. UU Pabean menimbulkan ketidakjelasan mengenai batasan batasan wilayah kedaulatan NKRI dan wilayah yang menjadi kewenangan memungut pajak. Karena ketidakjelasan ini kemudian wewenang otoritas pabean pun menjadi tidak jelas terutama di FTZ dan wilayah laut dan udara padahal Indonesia adalah negara kepualauan dan menjadi negara lalulintas perdagangan dunia.
Definisi daerah pabean seharusnya direvisi menjadi wilayah NKRI dimana UU Pabean tidak berlaku atau bagian bagian Indonesia yang berdasarkan UU dipungut bea masuk dan bea keluar berdasarkan asas domisili. UU Pabean berlaku hanya di wilayah NKRI yang meliputi wilayah laut dan udara, kawasan pabean, free trade zone, dan kawasan berikat.

Daerah Pabean=Wilayah NKRI - (wilayah laut & udara + kaw.pabean + kaw.berikat + FTZ)

Untuk lebih dipahami lagi maka hubungan ini dapat diubah sesuai persamaan matematika yaitu:

Wilayah NKRI Daerah Pabean + (wilayah laut & udara + kaw.pabean + kaw.berikat + FTZ)

Dengan definisi seperti ini maka kelemahan dan ketidakmasuk-akalan definisi daerah pabean pada UU pabean menjadi teratasi.


1 komentar:

  1. Definisi dari Daerah Pabean sendiri sesungguhnya tidak terbatas pada undang-undang kepabeanan saja. Karena undang-undang PPN juga sepenuhnya tunduk pada definisi daerah pabean berdasarkan UU kepabeanan ini. Sehingga walaupun formalitas pabean telah dilaksanakan, namun formalitas PPN tetap selalu terjadi di wilayah darat yang di atasnya tak terpisahkan dengannya penyerahan barang dan jasa, khususnya yang terutang PPN.

    Namun saya mendukung revisi tersebut agar memperjelas wewenang otoritas pabean serta menambah lingkup dan potensi pajak di Indonesia pada wilayah² luar yang sebenarnya harus dipajakki.

    BalasHapus