Selama
ini pengeluaran negara banyak terkuras untuk gaji pegawai (PNS). dalam APBN
2012 saja alokasi anggaran untuk belanja pegawai mencapai Rp 215,7 triliun.
Angka ini meningkat Rp 32,9 trilliun atau 18 % dari pagu APBN sebelumnya
(2011), yang besarnya Rp 182,9 triliun. Beban APBN makin berat, sebab pemerintah juga
merencanakan menaikkan gaji pokok PNS, TNI, Polri dan pensiunan rata-rata 10 %
pada 2012. Selain itu pemerintah tetap memberikan gaji dan pensiun bulan ke-13
bagi PNS, TNI, Polri dan pensiunan.
Kondisi
ini semakin parah ketika pertumbuhan ekonomi di sejumlah daerah tidak mengalami
pertumbuhan. Sehingga beban pemerintah daerah lebih banyak terserap untuk
belanja pegawai bukan
untuk belanja modal. Akibatnya
banyak pemda yang mengalami kebangkrutan lantaran anggarannya habis untuk bayar
gaji pegawainya. Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA)
mengungkapkan ada 124 Pemerintah Daerah yang terancam bangkrut gara-gara PNS.
Untuk
mengatasi masalah tersebut tercetuslah sebuah gagasan untuk melakukan
moratorium atau penghentian penerimaan PNS. Langkah ini diharapkan bisa
mengirit anggaran yang selama ini jumlahnya selangit. Tapi
persoalannya, apakah cara ini bisa benar-benar menghemat anggaran negara. Atau
justru berdampak lain terhadap daerah atau masyarakatnya?
Moratorium
bukanlah sebuah solusi untuk menghemat anggaran secara efektif sebab yang jadi persoalan adalah ketidakefektifan
dalam penyerapan belanja negara untuk belanja pegawai.Sebabnya adalah anggaran lebih banyak dialokasikan untuk para
PNS yang tidak produktif. Sementara untuk PNS yang produktif sangat minim. Lihat saja pegawai kelurahan yang seringkali tidak ada
ditempat ketika ada warganya yg ingin mengurus KTP. Orang-orang seperti inilah
yang perlu diberhentikan karena hanya jadi parasit anggaran.
Moratorium
ini tidak akan berdampak terhadap penghematan anggaran tetapi justru berdampak
negatif terhadap instansi pemerintah yang melakukan moratorium PNS. Sebab
perekrutan PNS baru sangat penting sebagai upaya penyegaran. Yang jadi masalah
itu justru atasannya PNS yang kerjanya sudah tidak produktif lagi. Regenerasi sangat penting
karena tenaga-tenaga muda sangat dibutuhkan. Mereka lebih menguasai teknologi
atau IT sehingga bisa meningkatkan produktivitas. Sementara PNS yang sudah tua
selain gagap teknologi juga banyak yang tidak produktif lagi. Lebih buruk lagi adalah banyaknya PNS tua yang masih
ingin mempertahankan status quo dengan mental korupnya.
Rusaknya
PNS itu sebenarnya mulai terjadi sejak awal era
reformasi. Di era ini banyak PNS yang bersifat tenaga kontrak untuk
administrasi. Cara ini dilakukan untuk mem-backup pimpinan PNS yang tidak
produktif. Maka seharusnya
yang perlu dibenahi adalah para
pimpinan yang tidak produktif ini. Sementara PNS muda yang melek IT dan belum
terkontaminasi dipromosikan jabatannya.
Penyebab
borosnya anggaran belanja pegawai justru karena
sistem penggajiannya yang tidak beres. Gaji PNS kecil sementara variable income diberikan kepada pejabat
yang pegang posisi. Jadi patokan income
berpatokan pada proyek. Dalam setiap pemberian proyek ada income-nya sehingga anggaran
itu lebih banyak tersebar untuk proyek-proyek pegawai. Misalnya,
ketika membangun suatu jembatan pegawainya disertakan untuk survei, pejabat
jalan-jalan ke luar negeri lihat pameran dengan alasan survei. Yang ikutan
banyak, setidaknya 10-40 orang. Mereka diberi fasilitas dan uang saku yang
tidak sedikit. Kegiatan-kegiatan inilah yang membuat anggaran
membengkak. Jadi bukan karena gaji mereka anggaran belanja pegawai jadi besar tetapi belanja untuk kegiatan yang tidak perlu yang
membuat anggaran membengkak.
Saya sendiri lebih setuju diterapkan pensiun dini sebab dampaknya
lebih dapat diukur dan tidak akan menimbulkan
dampak negatif. Selain itu pensiun dini bisa dijadikan solusi menyaring PNS yang kurang produktif dan
terkontaminasi, tidak disiplin, ketinggalan teknologi, dan cacat moral. Bahkan
jika perlu,
dirangsang supaya PNS yang sudah tua tapi tidak produktif ditawarkan uang
pensiun yang tinggi. Cara seperti ini jauh lebih efektif dibanding melakukan
moratorium PNS.
Untuk
jangka panjang, pemerintah juga perlu melakukan upaya untuk mengubah paradigma
di masyarakat agar generasi muda tidak PNS-oriented tetapi lebih bermental
entrepreneur. Memang tidak dipungkiri di sejumlah daerah yang tidak ada
kegiatan ekonominya, banyak anak muda yang berupaya menjadi PNS. Alasannya,
kalau tidak jadi PNS tidak bergengsi. Padahal paradigma itu sebuah kemunduran. Harusnya pemda gencar menggalakkan program-program entrepreneurship.
Misalnya lewat dinas pertanian, peternakan , perikanan, maupun pertambangan. Masing-masing pemda harus menggalakkan kegiatan entrepreneur di
daerah masing-masing. Sehingga masyarakat usia kerja bisa tertarik berusaha
dibanding jadi PNS. Dengan
cara seperti itu diharapkan kaum muda bisa menjadi entrepreneur yang bisa
menggerakkan kegiatan ekonomi di daerahnya masing-masing. Kalau sudah begini,
pelan-pelan belanja pemerintah untuk pegawai berkurang. Malah bisa jadi gaji
PNS akan besar karena sudah jarang yang minat jadi PNS dan lebih memilih berbisnis.
(Tulisan lawas - Januari 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar