Selasa, 10 Juli 2012

Kontroversi Moratorium PNS


         Selama ini pengeluaran negara banyak terkuras untuk gaji pegawai (PNS). dalam APBN 2012 saja alokasi anggaran untuk belanja pegawai mencapai Rp 215,7 triliun. Angka ini meningkat Rp 32,9 trilliun atau 18 % dari pagu APBN sebelumnya (2011), yang besarnya Rp 182,9 triliun.  Beban APBN makin berat, sebab pemerintah juga merencanakan menaikkan gaji pokok PNS, TNI, Polri dan pensiunan rata-rata 10 % pada 2012. Selain itu pemerintah tetap memberikan gaji dan pensiun bulan ke-13 bagi PNS, TNI, Polri dan pensiunan.

         Kondisi ini semakin parah ketika pertumbuhan ekonomi di sejumlah daerah tidak mengalami pertumbuhan. Sehingga beban pemerintah daerah lebih banyak terserap untuk belanja pegawai bukan untuk belanja modal.  Akibatnya banyak pemda yang mengalami kebangkrutan lantaran anggarannya habis untuk bayar gaji pegawainya. Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan ada 124 Pemerintah Daerah yang terancam bangkrut gara-gara PNS.
         Untuk mengatasi masalah tersebut tercetuslah sebuah gagasan untuk melakukan moratorium atau penghentian penerimaan PNS. Langkah ini diharapkan bisa mengirit anggaran yang selama ini jumlahnya selangit. Tapi persoalannya, apakah cara ini bisa benar-benar menghemat anggaran negara. Atau justru berdampak lain terhadap daerah atau masyarakatnya?
         Moratorium bukanlah sebuah solusi untuk menghemat anggaran secara efektif sebab yang jadi persoalan adalah ketidakefektifan dalam penyerapan belanja negara untuk belanja pegawai.Sebabnya adalah anggaran lebih banyak dialokasikan untuk para PNS yang tidak produktif. Sementara untuk PNS yang produktif sangat minim. Lihat saja pegawai kelurahan yang seringkali tidak ada ditempat ketika ada warganya yg ingin mengurus KTP. Orang-orang seperti inilah yang perlu diberhentikan karena hanya jadi parasit anggaran.
         Moratorium ini tidak akan berdampak terhadap penghematan anggaran tetapi justru berdampak negatif terhadap instansi pemerintah yang melakukan moratorium PNS. Sebab perekrutan PNS baru sangat penting sebagai upaya penyegaran. Yang jadi masalah itu justru atasannya PNS yang kerjanya sudah tidak produktif lagi.  Regenerasi sangat penting karena tenaga-tenaga muda sangat dibutuhkan. Mereka lebih menguasai teknologi atau IT sehingga bisa meningkatkan produktivitas. Sementara PNS yang sudah tua selain gagap teknologi juga banyak yang tidak produktif lagi. Lebih buruk lagi adalah banyaknya PNS tua yang masih ingin mempertahankan status quo dengan mental korupnya.
         Rusaknya PNS itu sebenarnya mulai terjadi sejak awal era reformasi. Di era ini banyak PNS yang bersifat tenaga kontrak untuk administrasi. Cara ini dilakukan untuk mem-backup pimpinan PNS yang tidak produktif. Maka seharusnya yang perlu dibenahi adalah para pimpinan yang tidak produktif ini. Sementara PNS muda yang melek IT dan belum terkontaminasi dipromosikan jabatannya.
         Penyebab borosnya anggaran belanja pegawai justru karena sistem penggajiannya yang tidak beres. Gaji PNS kecil sementara variable income diberikan kepada pejabat yang pegang posisi. Jadi patokan income berpatokan pada proyek. Dalam setiap pemberian proyek ada income-nya sehingga anggaran itu lebih banyak tersebar untuk proyek-proyek pegawai. Misalnya, ketika membangun suatu jembatan pegawainya disertakan untuk survei, pejabat jalan-jalan ke luar negeri lihat pameran dengan alasan survei. Yang ikutan banyak, setidaknya 10-40 orang. Mereka diberi fasilitas dan uang saku yang tidak sedikit. Kegiatan-kegiatan inilah yang membuat anggaran membengkak. Jadi bukan karena gaji mereka anggaran belanja pegawai jadi besar tetapi belanja untuk kegiatan yang tidak perlu yang membuat anggaran membengkak.
         Saya sendiri lebih setuju diterapkan pensiun dini sebab dampaknya lebih dapat diukur dan tidak akan menimbulkan dampak negatif. Selain itu pensiun dini bisa dijadikan solusi menyaring PNS yang kurang produktif dan terkontaminasi, tidak disiplin, ketinggalan teknologi, dan cacat moral. Bahkan jika perlu, dirangsang supaya PNS yang sudah tua tapi tidak produktif ditawarkan uang pensiun yang tinggi. Cara seperti ini jauh lebih efektif dibanding melakukan moratorium PNS.
         Untuk jangka panjang, pemerintah juga perlu melakukan upaya untuk mengubah paradigma di masyarakat agar generasi muda tidak PNS-oriented tetapi lebih bermental entrepreneur. Memang tidak dipungkiri di sejumlah daerah yang tidak ada kegiatan ekonominya, banyak anak muda yang berupaya menjadi PNS. Alasannya, kalau tidak jadi PNS tidak bergengsi. Padahal paradigma itu sebuah kemunduran.  Harusnya pemda gencar menggalakkan program-program entrepreneurship. Misalnya lewat dinas pertanian, peternakan , perikanan, maupun pertambangan.  Masing-masing pemda harus menggalakkan kegiatan entrepreneur di daerah masing-masing. Sehingga masyarakat usia kerja bisa tertarik berusaha dibanding jadi PNS.  Dengan cara seperti itu diharapkan kaum muda bisa menjadi entrepreneur yang bisa menggerakkan kegiatan ekonomi di daerahnya masing-masing. Kalau sudah begini, pelan-pelan belanja pemerintah untuk pegawai berkurang. Malah bisa jadi gaji PNS akan besar karena sudah jarang yang minat jadi PNS dan lebih memilih berbisnis.


(Tulisan lawas - Januari 2012)